Majelis Hakim Terkesan “Terburu-buru” Dengan Langsung Membacakan Putusan

Advertisement. Advertisement.

SindoNewsToday.com-Pematangsiantar (Sumut)

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pematangsiantar tampak seakan-akan terburu-buru dengan langsung membacakan putusan tanpa meminta waktu (skors) pada persidangan Kamis (27/12/2018).

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pematangsiantar pada persidangan perkara dua terdakwa bernama Sanji Syahputra Siahaan dan Miogo Rado Frenando Purba menerapkan kebijakan yang membingungkan.

Pasalnya, Agenda sebenarnya dari kedua terdakwa tersebut merupakan pembacaan tuntutan dari masing-masing Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menangani perkara tersebut.

Namun dalam hitungan menit Majelis Hakim yang dipimpin oleh Ketua PN Siantar tersebut langsung membacakan putusan terhadap kedua terdakwa narkotika tersebut.

Hal tersebut mendapat tanggapan dari praktisi hukum (Pengacara) yang bernama Zakaria Tambunan SH yang berhasil dihubungi pada Sabtu (29/12/2018) sekitar pukul 20.00 wib melalui via pesan WhattsApp.

” Sesuai dengan ketentuan Pasal 178 HIR, Pasal 189 RBG, apabila pemeriksaan perkara selesai, Majelis hakim karena jabatannya melakukan musyawarah untuk mengambil putusan yang akan diajukan ” ucapnya.

Lanjutnya, ” Juga hakim harus mematuhi mengenai Pasal 182 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) mengatur mengenai kegiatan setelah pemeriksaan sidang dalam Hukum Acara Pidana selesai sampai dengan putusan Pengadilan ” tambahnya.

1. a. Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, penuntut umum mengajukan tuntutan pidana, b. Selanjutnya terdakwa dan atau penasihat hukum mengajukan pembelaannya yang dapat dijawab oleh penuntut umum dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasihat hukum selalu mendapat giliran terakhir, c. Tuntutan, pembelaan dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara tertulis dan setelah dibacakan segera diserahkan kepada hakim ketua sidang dan turunannya kepada pihak yang berkepentingan.

2. Jika acara tersebut pada ayat (1) telah selesai, hakim ketua sidang menyatakan bahwa pemeriksaan dinyatakan ditutup dengan ketentuan dapat membukanya sekali lagi, baik atas kewenangan hakim ketua sidang karena jabatannya, maupun atas permintaan penuntut umum atau terdakwa atau penasihat hukum dengan memberikan alasannya.

3. Sesudah itu hakim mengadakan musyawarah terakhir untuk mengambil keputusan dan apabila perlu musyawarah itu diadakan setelah terdakwa, saksi, penasihat hukum, penuntut umum dan hadirin meninggalkan ruangan sidang.

4. Musyawarah tersebut pada ayat (3) harus didasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang.

5. Dalam musyawarah tersebut, hakim ketua majelis mengajukan pertanyaan dimulai dari hakim yang termuda sampai hakim yang tertua, sedangkan yang terakhir mengemukakan pendapatnya adalah hakim ketua majelis dan semua pendapat harus disertai pertimbangan beserta alasannya.

Hal yang Mengakibatkan Putusan Batal Demi Hukum, Syarat yang harus dimuat dalam sebuah putusan hakim diatur dalam Pasal 197 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) yang berbunyi:

1. Surat putusan pemidanaan memuat huruf “g” yaitu hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal.

Ayat 2 yakni Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, di, e, f, h, i, j, k dan l pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum.

Pernyataan batal demi hukum dilakukan instansi pengadilan yang lebih tinggi, Pendapat ini bertitik tolak dari ajaran yang berpendirian sifat batal demi hukum (van rechtsweenietig) atau null and void tidak murni dan tidak mutlak.

Pernyataan putusan batal demi hukum dapat diajukan oleh Terdakwa, Penasehat hukum dan Jaksa. (Ry/Red)

Advertisement. Advertisement.

Pos terkait